Jurnal Ekonomi Teknologi &
Bisnis (JETBIS)
Volume
1, Number 3, November 2022 p-ISSN 2964-903X; e-ISSN
2962-9330
|
|
ANALISIS BISNIS INTERNAL MENGGUNAKAN
METODE CRITICAL SUCCESS FACTORS
Rio
Rinaldy
Universitas Catur Insan Cendekia Cirebon, Indonesia
[email protected]
|
|
ARTIKEL INFO:
Diterima:
6 November 2022
Direvisi:
17 November 2022
Disetujui:
17 November 202
|
ABSTRAK
Sebuah keputusan yang diambil oleh
seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dari suatu
organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga perlu suatu metode yang tepat
untuk menganalisis faktor-faktor objektif yang mempengaruhi keberhasilan
ataupun kegagalan dalam pencapaian tujuan tersebut. Metode Critical Success Factors (CSF) dan analisis CSF digunakan oleh PT Farmasi
X untuk mengintepretasikan objek-objek secara lebih
jelas untuk menentukan aktivitas yang harus dilakukan dan informasi apa saja
yang dibutuhkan. CSF sendiri dapat ditentukan jika objektif atau arah dan
tujuan organisasi tersebut telah diidentifikasi. Tujuan PT. Farmasi X adalah
masuk ke dalam 60 besar perusahaan farmasi versi IMS-ITMA. Selain CSF,
analisis Value Chain juga
digunakan sejalan dengan analisis CSF sehingga berguna dalam mengidentifikasi
proses yang paling kritis, serta memberikan fokus pada pencapaian tujuan
melalui aksi-aksi atau proses yang paling tepat untuk dilaksanakan. Aktifitas utama merupakan faktor yang paling penting
dalam mewujudkan tujuan dari PT. Farmasi X, diantaranya
adalah pemesanan material, forecasting penjualan,
terima order dari distributor, proses produksi, pengiriman barang ke
distributor, create demand,
monitoring sales,
evaluasi sales dan monitoring
stok.
Kata kunci: Faktor Keberhasilan Kritis (FKK),
Rantai Nilai
ABSTRACT
A decision taken by a leader
is very influential on the success of
an organization to achieve its
goals, so it needs an
appropriate method to analyze the
objective factors that affect the
success or failure of the
statement of these goals. The Critical Success Factors (CSF) method and CSF analysis are used by PT Pharmacy
X to interpret objects more clearly to determine
what activities must be carried
out and what information is needed. CSF itself can be
determined if the purpose or
direction and goals of the
organization have been identified. PT. Pharmacy X is included in the top 60 pharmaceutical companies according to IMS-ITMA. Apart from CSF, Value Chain analysis
is also used in line with CSF analysis so that it
is useful in identifying the most critical processes, as well as providing focus on the statement
of objectives through the most
appropriate actions or processes to be implemented.
The main activity is the most important
factor in realizing the goals of
PT. Pharmacy X includes
material ordering, sales forecasting, receiving orders from distributors,
production processes, shipping goods to distributors, creating demand, monitoring sales, evaluating sales and monitoring stock.
Keywords: Critical Success Factor (CSF), Value Chain
|
|
|
|
PENDAHULUAN
Analisis
bisnis internal merupakan langkah inovatif yang mencerminkan keinginan
perusahaan PT. Farmasi X yang mencerminkan keinginan perusahaan untuk melakukan
perubahan untuk sebuah perbaikan terhadap kebijakan manajemen yang telah ada.
Hasil analisis bisnis internal ini merupakan wahana pembaharuan terhadap kebijakan
perusahaan yang selama ini telah berlangsung yang diharapkan dapat selaras dan
mendukung visi dan misi perusahaan. PT. Farmasi X merupakan salah satu
perusahaan yang bergerak dibidang farmasi baik ethical
(prescribe only) maupun non
ethical (OTC) yang berkantor pusat di kawasan industry di Jakarta. Ada beberapa yang menjadi latar
belakang dilakukannya analisis internal dalam perusahaan ini, diantaranya adalah pimpinan dan staf perusahaan mengalami
kesulitan dalam mempertahankan pelanggan yang berpindah ke perusahaan farmasi
lain; sumber daya belum mendapatkan perhatian yang baik untuk fasilitas,
pelatihan, penghargaan dan lain-lain sesuai dengan keahlian, tanggungjawab dan kierjanya; dan
tujuan perusahaan untuk masuk ke dalam 60 besar perusahaan farmasi versi
IMS-ITMA (Hayati, 2016).
METODE PENELITIAN
A. Critical Success Factors (CSF)
CSF adalah kumpulan analisa dari
banyak proses-proses penentu keberhasilan. CSF diperlukan untuk mencapai misi
sebuah perusahaan. Berdasarkan hasil analisa strategi melalui SWOT, dapat
ditetapkan beberapa faktor penentu kesuksesan sebuah strategi kelak setelah
strategi tersebut dijalankan.
Berdasarkan artikel yang ditulis
oleh Anne Parr dan Graeme Shanks di Jurnal of Information Technology (2005), dijelaskan beberapa poin CSF
(Critical Success Factor) yaitu:
a. Management Support, berupa
dukungan dari top management yang sangat dibutuhkan
mulai dari awal project hingga project
selesai.
b. Keterlibatan orang-orang yang berkompeten di
bidangnya secara loyal dan menyeluruh.
c. Terdapat delegasi yang diberikan wewenang
untuk memberikan keputusan, gunanya untuk mendapatkan keputusan yang lebih
cepat.
d. Jadwal yang realistis dan selalu dimonitor
perkembangannya.
e. Agen perubahan dimana
selalu ber ' promosi ' mengenai sistem yang baru dan
bertugas untuk sebagai 'pendengar' sehingga menjadi koreksi dalam implementasi.
f. Ruang lingkup yang tidak terlalu besar agar
lebih efektif dan efisien.
g. Definisi tujuan dan ruang lingkup harus
jelas.
h. Komposisi team
yang seimbang antara bisnis analis, technical expert, dan user yang ikut baik
itu internal maupun yang eksternal dari suatu perusahaan.
i. Komitmen untuk perubahan, ketekunan dan
ketabahan dalam menghadapi masalah yang terjadi selama project.
B. Value Chain
Tidak ada teori yang sepopuler “value chain”-nya
Michael Porter (Porter, 1985) di era organisasi modern saat ini, terutama
yang berkaitan dengan process reengineering
(pendekatan Business Process Reengineering
sendiri diperkenalkan oleh Michael Hammer, namun
Michael Porter memberikan kerangka metodologi untuk
mengadakan proses reengineering). Porter
menyarankan bahwa langkah awal yang harus dilakukan baik dalam menganalisa maupun mendesain proses bisnis yang ada di
perusahaan adalah dengan membuat “value chain” (rantai nilai) dari proses-proses utama (core processes) dan aktivitas
penunjangnya (supporting activities).
Proses utama tidak lain adalah urutan global proses yang terjadi di perusahaan,
mulai dari bahan mentah yang diperoleh dari supplier,
diolah oleh perusahaan, sampai ke tangan customer atau
pembeli produk maupun jasa. Gambar 1 ini merupakan “generic
value chain” yang
diperkenalkan Michael Porter dalam buku klasiknya “Competitive Advantage” (Widarsono, 2009).
Gambar 1
Diagram Value Chain
Masalah utama dengan pendekatan
ini adalah, bahwa dengan mengklasifikasikan teknologi informasi sebagai
fasilitas penunjang, pelaku bisnis akan melihatnya lebih sebagai “non-value added activity”
(aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah) sehingga investasi yang diberikan
akan dibatasi seminimum mungkin (karena sifatnya sebagai salah satu “cost center”. Memang hal ini
cukup tepat jika ingin diterapkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur, namun
kalau metode yang sama ingin diterapkan pada perusahaan yang bergerak di bidang
jasa, akan berdampak cukup fatal. Mengapa? Karena dalam perusahaan jasa, yang
menjadi kunci adalah kepuasan pelanggan penerima jasa yang ditawarkan
perusahaan. Kepuasan pelanggan dalam hal ini tidak hanya berdasarkan kualitas
pelayanan saja, namun lebih kepada fleksibilitas menerima pelayanan tersebut.
Contohnya adalah seorang nasabah yang ingin dapat mentransfer uangnya ke mana
saja, kapan saja, di mana saja, dan melalui cara apa saja. Tentu saja teknologi
informasi di sini merupakan komponen utama dalam “core
processes”.
Melihat kelemahan tersebut, Porter dalam bukunya yang lain memasukkan unsur teknologi
informasi ke dalam kerangka “value chain”-nya yang terlihat dalam
gambar 1. Sesuai dengan teori “competitive advantage” yang ditawarkan, ada dua cara untuk melakukan
persaingan dalam bisnis (Remenyi & Williams, 1995):
a. Product Differentiation –
dengan menawarkan produk yang sama sekali baru dan sulit ditiru oleh para
pesaing lain; atau.
b. Lower Price – dengan
cara menjual produk sejenis dengan harga yang lebih murah.
Hal pokok yang harus
diperhatikan sehubungan dengan hal ini adalah manajemen harus dapat membedakan,
aplikasi teknologi informasi mana saja yang termasuk “core
processes” dan yang merupakan “support
activities”. Sebuah konsultan internasional
memberikan definisi khusus mengenai kriteria proses “value
added” (yang pada dasarnya dapat digolongkan sebagai
“core processes”) sebagai
berikut:
c. Sesuatu hal yang sangat kritikal
bagi bisnis perusahaan (“critical to
the business”), tanpa
proses yang bersangkutan, perusahaan tidak dapat berlangsung (terpaksa gulung
tikar);
Sesuatu yang secara langsung
terlibat dalam proses penciptaan produk atau pelayanan yang ditawarkan
perusahaan; dan Pelanggan bersedia
“membayar” untuk keperluan proses tersebut (“customer
is willing to pay for
the activities”); misalnya
seorang nasabah yang mau membayar ekstra Rp 50,000 per bulan untuk mendapatkan
kartu ATM khusus yang dapat dipergunakan di seluruh dunia.
Investasi teknologi informasi
yang layak dilakukan, adalah yang secara jelas berfungsi dalam mendukung proses
“value added” di atas.
Sementara untuk hal-hal yang bersifat “non- value added”, sedapat mungkin investasi teknologi informasi harus
ditekan secara minimal, karena secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi biaya pembuatan produk atau pelayan yang ditawarkan kepada
pelanggan (karena biaya ini akan dikompensasikan ke
dalam harga produk atau pelayanan), yang jika tidak dikontrol dengan baik, akan
mengakibatkan sulitnya perusahaan berkompetisi dengan para pesaing yang
menawarkan produk dan pelayanan sama dengan harga yang lebih murah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Bisnis Internal
Kekuatan dan kelemahan apakah
yang dimiliki perusahaan saat ini? apa sajakah yang
mungkin untuk dikembangkan pada masa yang akan datang? Pertanyaan ini baru
dapat dijawab dengan baik setelah melakukan analisis terhadap lingkungan
internal perusahaan. Jadi analisis internal merupakan suatu proses untuk
menemukan aspek-aspek internal/variabel internal perusahaan yang diperlukan
dalam menghadapi lingkungan eksternalnya dan mengevaluasinya apakah suatu
perusahaan berada dalam posisi yang kuat atau lemah (Sujana, 2006).
B. Analisis CSF
CSF sangat diperlukan untuk
mencapai misi perusahaan. Hasil analisis ini nantinya dapat digunakan untuk
menentukan strategi perusahaan ke depannya. Berikut merupakan CSF dari beberapa
sasaran yang ada:
a.
PT. Farmasi X kurang
dikenal dikalangan Dokter, Rumah Sakit
dan Apotik.
b.
Masih menggunakan konsep supermarket
c.
Memiliki produk unggulan yang tidak dimiliki oleh farmasi lain
d.
Memiliki 27 cabang distribusi
e.
Bahan baku impor, sehingga
harga bahan baku tergantung kurs mata uang dollar.
f.
Memiliki laboratorium pengujian obat
g.
Good financial support
h.
Sistem keuangan dan marketing yang belum
terintegrasi.
i.
Pengecekan secara manual untuk setiap transaksi keuangan.
j.
Jumlah staf Marketing 203 orang
k.
Strata pendidikan karyawan terdiri dari S-2, S-1, D-3 dan SMA
l.
Mempunyai marketing support
C. Value Chain
Prinsip disagregasi perusahaan juga digunakan pada pendekatan ini, sama seperti pendekatan
Competitive Advantage. Pendekatan ini
digagas oleh Michel Porter pada tahun
1980an atau lebih tua dibanding pendekatan
keunggulan bersaing (Caesar & Rustandie,
2007).
Pada pendekatan ini untuk memperoleh tingkat
margin diperlukan aktifitas bisnis yang dikelompokan atas:
a.
Aktifitas utama
b.
Aktifitas penunjang
Gambar 2
Value Chain PT. Farmasi X
Aktifitas-aktifitas utama perlu untuk diperhatikan agar
bekerja dengan baik serta dukungan oleh aktifitas penunjang. Dengan memperhatikan setiap aktifitas dan keketerkaitan antar masing-masing, maka diharapkan perusahaan dapat meningkatkan kinerja
masing-masing aktifitas dan menciptakan sinergi agar
terciptanya keunggulan perusahaan (Pearce, n.d.).
KESIMPULAN
Hasil
analisis menggunakan metode CSF menunjukkan bahwa sistem marketing
pada PT. Farmasi X masing harus dikembangkan sehingga
produk dari PT. Farmasi X terkenal dikalangan Dokter,
Rumah Sakit dan Apotik. Selain itu, sistem informasi
harus terintegrasi antara divisi. Hasil
analisis Value Chain
menunjukkan bahwa aktifitas utama merupakan faktor
yang paling penting dalam mewujudkan tujuan dari PT. Farmasi X, diantaranya adalah pemesanan material, forecasting
penjualan, terima order dari distributor, proses produksi, pengiriman barang ke
distributor, create demand,
monitoring sales, evaluasi sales dan monitoring stok.
DAFTAR PUSTAKA
Caesar, Layton, & Rustandie,
Januar. (2007). Gambaran Rantai Nilai Komponen Otomotif Justifikasi Pasar
Dan Strategi Peningkatan Pasar Komponen Dalam Negeri.Google Scholar
Hayati, Nur. (2016). Analisis Bisnis
Internal Dengan Metode Critical Success Factors (Csf) Dan Value Chain (Studi
Kasus Pt. Farmasi X). MIND (Multimedia Artificial Intelligent Networking
Database) Journal, 1(1), 36.Google Scholar
Pearce, I. I. (n.d.). John. A and Richard
B. Robinson. 2009. Strategic Management-Formulation, Implementation and
Control.Google Scholar
Porter, Roy. (1985). The patient’s view. Theory
and Society, 14(2), 175–198.Google Scholar
Remenyi, Dan, & Williams, Brian.
(1995). Some aspects of methodology for research in information systems. Journal
of Information Technology, 10(3), 191–201.Google Scholar
Sujana, I. Ketut. (2006). Aplikasi Activity
Based Costing (ABC) Dalam Analisis Value Chain Dan Keunggulan Kompetitif. Buletin
Studi Ekonomi, 11.Google Scholar
Widarsono, Agus. (2009). Strategic Value
Chain Analysis: Suatu Pendekatan Manajemen Biaya.Google Scholar
Copyright holder:
Rio
Rinaldy (2022)
|
First
publication right:
Jurnal Ekonomi, Teknologi dan Bisnis
|
This article is licensed
under:
|
licensed under a