https://jetbis.al-makkipublisher.com/index.php/al/index
174
Jurnal Ekonomi Teknologi & Bisnis (JETBIS)
Volume 2, Number 1, Januari 2023
p-ISSN 2964-903X; e-ISSN 2962-9330
KAJIAN SENI PERTUNJUKAN WAYANG WONG CIREBON LAKON
SUMANTRI NGENGER DALAM NILAI PENDIDIKAN MELALUI
PEMBELAJARAN SASTRA
Taiman
1
, Dadang Sunendar
2
, Sumiyadi
3
, Tedi Permadi
4
Universitas Pendidikan Indonesia
taiman@stkipyasika.ac.id., dadangsunendar@upi.edu, sumiyadi@upi.edu, tedipermadi@upi.edu
ARTIKEL INFO:
Diterima:
15 Januari 2023
Direvisi:
25 Januari 2023
Disetujui:
26 Januari 2023
ABSTRAK
Wayang orang adalah suatu kesenian tradisional yang sangat multifungsi dan
universal semua kalangan dapat menikmati dalam pementasan wayang orang.
Para penikmat pewayangan sependapat apabila pementasan wayang orang
merupaan kesenian tradisional yang mempunyai nilai-niai luhur yang tinggi.
Wayang wong mengajaran ajaran dan nilai-nilai itu tidak secara teoretis saja
(berupa ajaran dan nilai-nilai) melainkan secara konkret dengan menghadirkan
kehidupan tokoh-tokohnya secara konkret sebagai teladan. Peran, makna dan
nilai-nilai pendidikan dalam wayang wong dalam masyarakat Cirebon yang
selama ini hampir punah,. Sebagai rasa bangga sebagai bangsa Indonesia yang
nanti akan mewariskan nilai-nilai budaya sebagai perwujudan kearifan lokal
(wisdom local) yang bisa dijadikan khasanah pewarisan budaya wayang wong
di masa yang akan datang.Kajian dan nilai-nilai pertunjukan sebagai upaya
revitalisasi pada generasi saat ini melalui pelestarian dan kearifan lokal untuk
menjaga dan merawat nilai-nilai luhur. Kebudayan dan multikultur tradisi
masyarakat wilayah Cirebon Jawa Barat yang kental akan nilai-nilai pendidikan.
Sehingga mindseet serta pola pikir perlu adanya perubahan untuk bisa
menanamkan nilai-nilai budaya kesenian wayang wong Cirebon dalam
pembelajaran sastra. Penelitian kualitatif (Qualitative research) adalah suatu
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis orang secara
individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan
prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarahkan pada penyimpulan. Dengan
demikian peserta didik dalam pembelajaran sastra melalui seni pertunjukan
wayang dengan Lakon Sumantri Ngengger sangat perlu diterapkan untuk
pembelajaran sastra di sekolah sebagai bahan ajar dan muatan lokal. Nilai-nilai
pada pendidikan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai
wujud pendidikan karakter di sekolah.
Kata kunci: Wayang Wong Cirebon, Local Wisdom, Lakon Sumantri
Ngengger, Nilai Pendidikan
ABSTRACT
Wayang orang is a traditional art that is very multifunctional and universal all
people can enjoy in staging wayang orang. Connoisseurs of puppetry agree that
the performance of wayang orang is a traditional art that has high noble values.
Wayang wong teaches the teachings and values not only theoretically (in the
form of teachings and values) but concretely by presenting the lives of its
characters concretely as an example. The role, meaning and values of education
in wayang wong in Cirebon society which has been almost extinct, . As a sense
of pride as an Indonesian nation that will later pass on cultural values as a
manifestation of local wisdom (local wisdom) which can be used as a
characteristic for the inheritance of wayang wong culture in the future. The study
and values of the show as an effort to revitalize the current generation through
preservation and local wisdom to maintain and care for noble values. The culture
Vol 1, No 3 November ,2022
Vol 2, No 1 Januari, 2023
175
https://jetbis.al-makkipublisher.com/index.php/al/index
and multicultural traditions of the people of the Cirebon region of West Java are
thick with educational values. So that the mindseet and mindset need to change
to be able to instill the cultural values of cirebon wayang wong art in literature
learning. Qualitative research is a study aimed at describing and analyzing
people individually or in groups. Some descriptions are used to find the
principles and explanations that lead to inference. Thus, students in learning
literature through puppet performance art with the Play Sumantri Ngengger
really need to be applied to literature learning in schools as teaching materials
and local content. Values in education can be implemented in everyday life as a
form of character education in schools. Qualitative research is a study aimed at
describing and analyzing people individually or in groups. Some descriptions
are used to find the principles and explanations that lead to inference. Thus,
students in learning literature through puppet performance art with the Play
Sumantri Ngengger really need to be applied to literature learning in schools as
teaching materials and local content. Values in education can be implemented in
everyday life as a form of character education in schools.
Keywords: Wayang Wong Cirebon, Local Wisdom, Sumantri Ngengger
Play, Educational Value
PENDAHULUAN
Wayang merupakan suatu kesenian tradisional Indonesia serta merupakan warisan
kebudayaan yang adiluhung. Selain dikenal sebagai warisan budaya Jawa, wayang juga dikenal pada
masyarakat Bali dan Sunda meski tidak dominan seperti Jawa. Orang Jawa sangat menjunjung tinggi
wayang sebagai kepribadian luhur serta pedoman kehidupan. Kesenian wayang merupakan
gambaran dari kehidupam masyarakat Jawa sepanjang zaman. Dalam seni pewayangan,
digambarkan tingkah laku manusia sehari-hari, ada peranan kebathilan dan juga ada juga peranan
kebajikan yang penuh dengan budi pekerti luhur. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa wayang merupakan identitas diri orang Jawa serta merupakan ciri khas bangsa Indonesia
karena termasuk salah satu seni tradisi Indonesia (Aston & Savona, 2013).
Wayang orang adalah suatu kesenian tradisional yang sangat multifungsi dan universal semua
kalangan dapat menikmati dalam pementasan wayang orang. Para penikmat pewayangan sependapat
apabila pementasan wayang orang merupaan kesenian tradisional yang mempunyai nilai-niai luhur
yang tinggi. Wayang wong mengajaran ajaran dan nilai-nilai itu tidak secara teoretis saja (berupa
ajaran dan nilai-nilai) melainkan secara konkret dengan menghadirkan kehidupan tokoh-tokohnya
secara konkret sebagai teladan.
Sastra lisan merupakan wujud dalam sebuah pertunjukkan, di mana penampil (performer), teks
(text), dan khalayak (audiences) berkumpul pada suatu tempat dan satu waktu. Sastra lisan itu
disuguhkan di hadapan khalayaknya dengan tujuan untuk dinikmati, memperoleh kepuasan estetis,
bergurau, atau bersosialisasi.
Rut Finnegan (Finnegan, 1981) juga menulis, “aktualisasi sastra lisan hanya pada
pertunjukkan”. Dia menjelaskan bahwa sastra lisan tidak mungkin hanya dibicarakan sementara
objek itu tidak ada. Sastra lisan hanya merupakan wujud dalam pertunjukkan. Oleh karena itu, untu
mendapatkan data sastra lisan, kita harus mengambilnya dari pertunjukkan.
Pembelajaran merupakan pemerolehan atau penguasaan pengetahuan tentang suatu subjek
atau suatu keterampilan dengan belajar, pengalaman atau instruksi.
(Brown, 2008) berpendapat bahwa pengajaran merupakan suatu pengajaran yang memadukan
dan memfasilitasi pembelajaran, memungkinkan pembelajar untuk belajar dan menetapkan kondisi-
kondisi pembelajaran. Sastra merupakan institusi nasional yang memakai medium bahasa.
Kajian Seni Pertunjukan Wayang Wong Cirebon Lakon Sumantri
Ngenger Dalam Nilai Pendidikan Melalui Pembelajaran Sastra
Vol 2, No 1 Januari, 2023
https://jetbis.al-makkipublisher.com/index.php/al/index
176
(Wellek & Warren, 1995) berpendapat bahwa sastra merupakan sajian kehidupan yang
sebagian besar terdiri dari kenyataan social, walapun karya sastra juga meniru alam dan duna
subjektif manusia.
(Musthafa, 2008) berpendapat bahwa pembelajaran sastra di sekolah kususnya di sekolah
formal terutama pembelajaran sastra Indonesia sudah berlangsung sejak lama, hal ini beralasan
bahwa pembelajaran sastra di sekolah khususnya di sekolah formal selalu mengalami perubahan
sesuai dengan tuntutan zaman.
METODE PENELITIAN
Untuk mencapai sasaran yang diinginkan maka penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif untuk menggambarkan dan mendeskripsikan bagaimana gending sungsang dalam
pertunjukan wayang wong Cirebon, seperti yang diungkapkan oleh fenomena, peristiwa, aktifitas
sosial, sikap, kepercayaan, presepsi , pemikiran (Sukmadinata, 2013) bahwa:“Penelitian kualitatif
(Qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk
menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarahkan pada penyimpulan”.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kenapa seni pertunjukan wayang wong Cirebon perlu adanya penelitian, mengingat sebagai
berikut.
1. Peran, makna dan nilai-nilai pendidikan dalam wayang wong dalam masyarakat Cirebon yang
selama ini hampir punah,. Sebagai rasa bangga sebagai bangsa Indonesia yang nanti akan
mewariskan nilai-nilai budaya sebagai perwujudan kearifan lokal (wisdom local) yang bisa
dijadikan khasanah pewarisan budaya wayang wong di masa yang akan datang.
2. Kajian dan nilai-nilai pertunjukan sebagai upaya revitalisasi pada generasi saat ini melalui
pelestarian dan kearifan lokal untuk menja dan merawat nilai-nilai luhur.
3. Kebudayan dan multikultur tradisi masyarakat wilayah Cirebon Jawa Barat yang kental akan
nilai-nilai pendidikan. Sehingga mindseet serta pola pikir perlu adanya perubahan untuk bisa
menanamkan nilai-nilai budaya kesenian wayang wong Cirebon dalam pembelajaran sastra
Menurut (Sujana, 2005) dari gurunya Ki Kandeg (Padmawinata, 1980), disebutkan bahwa
cikal wayang wong muncul pada zaman Panembahan Girilaya atau pertengahan abad XVII (bertahta
tahun 1649-1662) yaitu anak keturunan pendatang dari Madiun yang bernama Ki Miun. Dikisahkan
Ki Miun berangkat dari Cirebon melalui laut menaiki Gong si Duda, sedangkan istrinya memangku
Gender si Kebek, sebaga layar wayang kulit Bambang Segara (Jayadrata) dan Dursilawati,
sedangkan untuk mendayung menggunakan Keris Utik Apu (selain pusaka yang telah disebutkan
ada lagi yang dibawanya, yakni Kempul Si Puyu). Sebagian dari pusaka-pusaka itu sekarang masih
disimpan dengan baik di Desa Suranenggala Lor.
Kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan dalam budaya pertunjukan wayang wong Cirebon sebagai
berikut.
A. Upacara Adat/Religi
Upacara adat yang ada di wilayah Cirebon tentu sangat menarik yang perlu pelestarian.
Beberapa kegiatan masyarakat Cirebon seperti.
1. Nadran
Vol 1, No 3 November ,2022
Vol 2, No 1 Januari, 2023
177
https://jetbis.al-makkipublisher.com/index.php/al/index
Pesta laut yang rutin dilaksanakan setahun sekali yang perayaan kegiatannya dilakukan
melalui acara adat menyembelih hewan kerbau, yang diambil cukup kepalanya kemudian
dipersembahkan atau ditenggelamkan di tengah laut, sebagai rasa syukur kepada Allah yang
telah memberikan rejeki hasil tangkapan ikannya bagi nelayan yang berada di wilayah pantura
Cirebon.
2. Mapag Sri
Kegiatan Mapag Sri, merupakan agenda rutinan yang dilakukan masyarakat hasil panen
raya sebagai wujud rasa syukur kepada sang ilahi hasil panennya, kemudian melalui kegiatan
Mapag Sri ini diselenggarakan di Balai Desa atau Kantor Kuwu diadakan Pentas Seni atau
Pertunjukan Seni Wayang Kulit semalam suntuk.
3. Sedekah Bumi
Hampir sama dengan kegiatan Mapag Sri, perbedaannya hanya pada hasil panen di
sedekahkan kepada masyarakat yang membutuhkan melalui acara karnaval atau persembahan
rasa syukur kepada Allah atas perolehan hasil niaga, tani, palawija dan lain-lain yang diiikuti
oleh masyarakat Cirebon dipertunjukkan secara umum.
4. Muludan/Panjang Jimat Ritual yang diselenggarakan pihak Keraton Kesepuhan,
5. Pembacaan Babad Cirebon sebagai Tradisi Lisan
Pembacaan babad Cirebon di Keraton Kanoman. Cerita ini dilisankan menggunakan
bahasa Cirebon Babasan oleh Pangeran Kumisi setiap tanggal 1 Muharram. Kegiatan
tersebut merupakan rutinitas masyarakat Cirebon dalam pelestarian adat istiadat budayanya
yang terus berlestari di bumi Cirebon.
Cirebon memiliki kebudayaan yang lestari sampai hari ini. Nilai-nilai kebudayaan
Cirebon tetap berpegang teguh oleh masyarakatnya, dihayati dalam keyakinan, dan dijalankan
dalam kehidupan. Secara garis besar, spirit agama dan spirit modernitas menjadi dua prinsip
utama dalam memahami nilai-nilai kebudayaan Cirebon. Nilai-nilai agama maupun nilai-nilai
modernitas telah berpadu dan berkolaborasi, yang kemudian selalu tampak dalam perjalanan
pembentukan kebudayaan Cirebon. Untuk melihat kedalaman nilai-nilai kebudayaan Cirebon
secara lebih komperehensif, dua paradigm besar ini; agama dan modernism, tidak boleh
diabaikan.
B. Tarian pada wayang wong Cerbonan
Dalam pementesan wayang wong Cirebon dikenal bermacam jenis bentuk tarian, masing-
masing tarian tentu saja disesuaikan dengan karakter tokoh yang diperankan. Dalam kertas kerja
Apresiasi Wayang Cirebon yang diadakan oleh Senawangi pada tahun 1986, Ki Kandeg
menyebutkan bahwa jenis tarian yang ada pada wayang wong pada garis besarnya dibagi menjadi
enam, yakni.
1. Ibingan Panji
2. Satria Alep
3. Satria Lanyapan
4. Sanggan Mata Bunder
5. Ponggawa Krodan
Sedangkan menurut keterangan (Sujana, 2005) tarian wayang wong Cirebon terdiri dari:
1. Tari Ksatria
2. Tari Patih
3. Tari Putri
4. Tari Sanggan
5. Tari Ponggawa
Kajian Seni Pertunjukan Wayang Wong Cirebon Lakon Sumantri
Ngenger Dalam Nilai Pendidikan Melalui Pembelajaran Sastra
Vol 2, No 1 Januari, 2023
https://jetbis.al-makkipublisher.com/index.php/al/index
178
No
Jenis Tari
Keterangan
1
Tari Perang Lamban
Perang Para Kurawa
2
Tari Perang Rangkep
Perang Antara Punggawa dengan punggawa
3
Tari Perang Komprang
Perang Antara Punggawa dengan punggawa
4
Tari Perang Kagetan
Perang Antara Punggawa dengan punggawa
5
Tari Perang Giling
Parang antara Baladewa dengan Setyaki
6
Tari Perang Pajarwilian
Perang antara satria dengan danawa dan raksasa
7
Tari Perang Ebat
Perang antara satria dengan satria
8
Tari Perang Onder
Perang antara satria dengan menggunakan keris,
mengadu keetrampilan menggunakan senjata keris
9
Tari Perang Ula Manuk
Perang antara garuda dengan naga saling mengadu
kesaktian
C. Seni Pertunjukan
Adapun unsur-unsur intrinsik yaitu: tema, alur, penokohan, latar, atau setting, tegangan, pusat
pengisahan, dan gaya bahasa dalam penelitian ini digunakan metode structural dengan
pendekatan objektif dikarenakan pendekatan ini bertumpu pada teks itu sendiri dan memusatkan
perhatian semata-mata pada unsur instrinsiknya. Teori tersebut digunakan sebagai dasar
menganalisis lakon Bambang Purwa Lumpita yaitu struktur pertunjukan wayang wong Cirebon.
a. Lakon
(Laelasari & Syadza, 2022) istilah lakon diartikan sebagai peristiwa atau karangan yang
disampaikan kembali dengan tandak-tanduk melalui benda perantara hidup (manusia sebagai
pemain). Dapat pula diartikan sebagai karangan yang berupa cerita sandiwara dengan gaya
percakapan langsung.
Jadi dari uraian di atas, yang dimaksud unsur-unsur struktur lakon antara lain adalah alur
(plot), penokohan (karakteristik dan perwatakan), dan latar (setting) dari ketiga unsur tersebut
akan mengungkapkan adanya tma dan amanat. Masing-masing unsur struktur lakon tersebut
akan dipaparkan adanya di bawah ini.
b. Alur (plot)
Alur (plot) adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra (termasuk drama atau lakon)
untuk mencapai efek tertentu. Pertautan antara peristiwa-peristiwa tersebut disebabkan adanya
hubungan temporal (waktu) dan hubungan kausal (sebab akibat). Alur adalah rangkaian cerita
yang dijalin dengan seksama yang menggerakkan jalan cerita melalui perumitan (pengawatan
dan komplikasi) kea rah klimaks dan penyelesaian.
Alur (plot) dalam lakon tidak hanya bersifat verbal, tetapi juga bersifat gerak fisik, hal ini
Nampak dalam penokohan. Antara gerak tokoh dan karakterisasi (perwatakan) saling
menunjang dan mengisi serta saling ketergantungan antara alur dan perwatakan.
Pada umumnya, alur suatu cerita terdiri atas lima bagian (Suharyanto, 2011), yaitu.
1. Pemaparan atau penokohan yakni bagian cerita pengarang mulai melukiskan suatu kedaan
yang merupakan awal cerita;
2. pengawatan, yakni bagian yang melukiskan tokoh-tokih yang terlibat dalam cerita;
3. penanjakan, merupakan bagian cerita yang melukiskan peristiwa konflik-konflik seperti
disebutkan di atas mulai memuncak;
4. puncak atau klimaks, bagian yang melukiskan peristiwa mencapai puncaknya dari semua
peristiwa yang telah terjadi dalam cerita atau bagian-bagian sebelumnya.
Vol 1, No 3 November ,2022
Vol 2, No 1 Januari, 2023
179
https://jetbis.al-makkipublisher.com/index.php/al/index
c. Tokoh dan Penokohan
Unsur-unsur yang sering hadir dalam karya sastra adalah tokoh dan penokohan. Keduanya
merupakan unsur yang tidak dapat terpisahkan.kehadiran tokoh yang membawakan suatu
peran dalam cerita tidk terlepas dari karakter yang diperankan oleh suatu tokoh. Kehidupan
mencerminkan pribadi atau watak manusia dalam praktek hidup sehari-hari.
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah cerita sebuah fiksi termasuk drama (lakon) dapat
dibedakan beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.
Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan
ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama, protagonis,
berkembang, tipikal dan lain-lain
d. Tema dan Amanat
Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap atau
tidak. Tema disini tidaklah sama dengan pokok masalah atau topic, tema dapat dijabarkan
dalam beberapa pokok (Satoto, 1985).
Tema suatu cerita atau karya sastra dapat tersurat dan tersirat. Disebut tersurat apabila
tema tersebut dengan jelas dinyatakan oleh pengarangnya. Disebut tersirat apabila tidak secara
tegas dinyatakan oleh pengarangnya. Disebut tersirat apabila tidak secara tegas dinyatakan,
tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang dibuat pengarang (Suharyanto, 2011).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tema merupakan unsur yang
sangat penting dari suatu cerita. Karena gagasan itu pengarang dapat membayangkan dalam
fantasinya bagaimana cerita itu dibangun dan berakhir.
KESIMPULAN
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sastra konten
yang kita buat harus kekinian, sesuai dengan lingkungan pengajaran dan pembelajar. Dengan
demikian, siswa dapat menerima dan merespon materi pembelajaran dengan baik. Kondisi di atas
juga terjadi dalam dunia pendidikan. Perhatian para murid dan pengelola sekolah terhadap mata
pelajaran yang berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik jauh lebih besar bila
dibandingkan dengan mata pelajaran kemanusiaan (humaniora). Ketiadaan laboratorium bahasa,
sanggar seni, buku bacaan kesastraan, dan berbagai fasilitas lain yang diperlukan dalam pengajaran
merupakan bukti konkret adanya kepincangan tersebut. Pengertian Wayang Secara Filosofis
Wayang merupakan bayangan, gambaran atau lukisan mengenai kehidupan alam semesta. Di dalam
wayang digambarkan bukan hanya mengenai manusia, namun kehidupan manusia dalam kaitannya
dengan manusia lain, alam, dan Tuhan. Alam semesta merupakan satu kesatuan yang serasi, tidak
lepas satu dengan yang lain dan senantiasa berhubungan. Unsur yang satu dengan yang lain di dalam
alam semestaberusaha keras ke arah keseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA
Aston, Elaine, & Savona, George. (2013). Theatre as sign system: A semiotics of text and
performance. Routledge. Google Scholar
Brown, H. Douglas. (2008). Prinsip pembelajaran dan pengajaran bahasa. Jakarta: Person
Education. Google Scholar
Finnegan, Ruth. (1981). 11 Literacy and literature. Universals of Human Thought: Some African
Evidence, 234. Google Scholar
Laelasari, Iseu, & Syadza, Nabila Zakiyatus. (2022). Pendampingan Pemanfaatan Jahe (Zingiber
officinale) Sebagai Bahan Rempah Dalam Pembuatan Inovasi Makanan Herbal Penambah
Kajian Seni Pertunjukan Wayang Wong Cirebon Lakon Sumantri
Ngenger Dalam Nilai Pendidikan Melalui Pembelajaran Sastra
Vol 2, No 1 Januari, 2023
https://jetbis.al-makkipublisher.com/index.php/al/index
180
Immunitas. Jurnal Bakti Saintek: Jurnal Pengabdian Masyarakat Bidang Sains Dan Teknologi,
6(2), 3137. Google Scholar
Musthafa, Bachrudin. (2008). Teori dan praktik sastra dalam penelitian dan pengajaran. Jakarta:
Cahaya Insan Sejahtera. Google Scholar
Padmawinata, Kosasih. (1980). The effect of the juice of averrhoa carambola fruits and the aqueous
extract of Persea americana leaves on rat blood pressure. 4. Asian Symposium on Medicinal
Plants and Spices, Bangkok (Thailand), 15-19 Sep 1980. Google Scholar
Satoto, Soediro. (1985). Wayang kulit purwa, makna dan struktur dramatiknya. Proyek Penelitian
dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi …. Google Scholar
Suharyanto, Heri. (2011). Ketahanan pangan. Jurnal Sosial Humaniora (JSH), 4(2), 186194.
Google Scholar
Sujana, G. (2005). Mechanisms of resistance to pod borer, Helicoverpa armigera (hubner), in wild
relatives of pigeonpea. Osmania University. Google Scholar
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2013). Metode Penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta. Google Scholar
Wellek, Rene, & Warren, Austin. (1995). Theories in Literature (translated by Budianta). Jakarta:
Gramedia. Google Scholar
licensed under a
Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License